TUGAS TERSTRUKTUR
SEJARAH
PERLAWANAN PETA BLITAR
Oleh:
Evia Sopya
M. S
SMA NEGERI 1 PURWANTORO
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.
Wb.
Segala puji
syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini .
Adapun maksud dan tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk dapat membangkitkan motivasi generasi muda
agar mempunyai cita-cita yang positif dan memiliki masa depan yang lebih baik.
Dalam
kesempatan ini penyusun mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
membuat makalah ini.
Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi
pembaca dan penyusun juga berharap kritik dan saran dari pembaca atas segala
kekurangan dalam makalah ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb
`
Purwantoro, 11 April 2017
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pemberontakan
PETA di Blitar dilatarbelakangi oleh semakin sulitnya kehidupan rakyat saat itu
dan juga keinginan merdeka atas
kepercayaan bahwa tentara Jepang akan segera kalah dalam perang asia timur raya
sesuai berita yang didapat dari radio Internasional dimana satu persatu daerah
kekuasaannya di asia jatuh ketangan sekutu. sehingga sebelum tentara sekutu
mendarat di Indonesia dan mengembalikan Indonesia sebagai wilayah pendudukan
Belanda.Indonesia harus merdeka dan mendapat pengakuan internasional sehingga
mencegah hal itu terjadi.
Nurani para komandan muda itu tersentuh dan tersentak melihat penderitaan
rakyat Indonesia yang diperlakukan bagaikan budak oleh tentara Jepang. Kondisi
Romusha, yakni orang-orang yang dikerahkan untuk bekerja paksa membangun
benteng-benteng di pantai sangat menyedihkan.
Banyak yang tewas akibat kelaparan
dan terkena berbagai macam penyakit tanpa diobati sama sekali. Para prajurit
PETA juga geram melihat kelakuan tentara-tentara Jepang yang suka melecehkan
harkat dan martabat wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini pada awalnya
dijanjikan akan mendapatkan pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi
pemuas nafsu seksual para tentara Jepang. Selain itu, ada aturan yang
mewajibkan tentara PETA memberi hormat kepada serdadu Jepang, walaupun pangkat
prajurit Jepang itu lebih rendah daripada anggota PETA. Harga diri para perwira
PETA pun terusik dan terhina. Tanggal 14 Februari dipilh sebagai saat
perlawanan karena saat itu akan ada pertemuan besar komandan dan anggota PETA
di Blitar sehingga diharapkan anggota PETA yang lain akan ikut bergabung dalam
perlawanan sehingga bisa menguasai Blitar dan mendorong pemberontakan di daerah
lainnya
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu perlawanan
PETA ?
2. Bagaimana kronologi
perlawanan PETA ?
3. Bagaimana akhir
perlawanan PETA ?
1.3
TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui perlawanan peta
2. Mengetahui bagaimana
kronologi peta
3. Mengetahui akhir
perlawanan peta
BAB II
ISI
2.1
PERLAWANAN PETA
PETA (singkatan dari "Pembela Tanah
Air") adalah bentukan junta militer pendudukan Kekaisaran Jepang di
Indonesia yang didirikan pada bulan Oktober 1943. Jepang merekrut para pemuda Indonesia
untuk dijadikan sebagai tentara teritorial guna mempertahankan Pulau Jawa,
Bali, dan Sumatera jika pasukan Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Australia,
Belanda, dkk.) tiba. Tentara-tentara PETA mendapatkan pelatihan militer dari
tentara Kekaisaran Jepang, tetapi berbeda dengan tentara-tentara HEIHO yang
ikut bertempur bersama tentara-tentara Jepang di berbagai medan tempur Asia
seperti Myanmar, Thailand, dan Filipina. Tentara PETA belum pernah mengalami
pengalaman tempur.
Perlawanan PETA Blitar merupakan salah satu
perlawanan terhadap tentara kekaisaran Jepang yang menguasai Indonesia saat itu.bila melihat dari sejarahnya tentara PETA
(Pembela tanah Air) merupakan organisasi militer yang dibentuk tentara
Kekaisaran Jepang sebagai tentara cadangan untuk melindungi Indonesia. dari
serbuan tentara Sekutu (USA,Inggris,Australia,dll ) yang di tahun 1945 terus
mendesak tentara Kekaisaran Jepang
Shodancho Supriyadi, Shodancho Muradi, dan rekan-rekannya adalah lulusan
angkatan pertama pendidikan komandan peleton PETA di Bogor. Mereka lantas
dikembalikan ke daerah asalnya untuk bertugas di bawah Daidan (Batalyon)
Blitar.
Nurani para komandan muda itu
tersentuh dan tersentak melihat penderitaan rakyat Indonesia yang diperlakukan
bagaikan budak oleh tentara Jepang. Kondisi Romusha, yakni orang-orang yang
dikerahkan untuk bekerja paksa membangun benteng-benteng di pantai sangat
menyedihkan. Banyak yang tewas akibat kelaparan dan terkena berbagai macam
penyakit tanpa diobati sama sekali. Para prajurit PETA juga geram melihat
kelakuan tentara-tentara Jepang yang suka melecehkan harkat dan martabat
wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini pada awalnya dijanjikan akan
mendapatkan pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi pemuas nafsu
seksual para tentara Jepang. Selain itu, ada aturan yang mewajibkan tentara
PETA memberi hormat kepada serdadu Jepang, walaupun pangkat prajurit Jepang itu
lebih rendah daripada anggota PETA. Harga diri para perwira PETA pun terusik
dan terhina.
Pertemuan-pertemuan rahasia sudah
digelar sejak bulan September 1944. Shodancho Supriyadi merencanakan aksi itu
bukan hanya sebagai pemberontakan, tetapi juga sebuah revolusi menuju
kemerdekaan bangsa Indonesia. Para pemberontak PETA tersebut menghubungi
komandan-komandan batalyon di berbagai wilayah lain untuk bersama-sama
mengangkat senjata dan menggalang kekuatan rakyat.
2.2
KRONOLOGI PERLAWANAN PETA
.
Tanggal
14 Februari 1945 kemudian dipilih sebagai waktu yang tepat untuk melaksanakan
pemberontakan, karena saat itu akan ada pertemuan besar seluruh anggota dan
komandan PETA di Blitar, sehingga diharapkan anggota-anggota PETA yang lain
akan ikut bergabung dalam aksi perlawanan. Tujuannya adalah untuk menguasai
Kota Blitar dan mengobarkan semangat pemberontakan di daerah-daerah lain.
Walaupun
rencana pemberontakan telah dipersiapkan secara baik, akan tetapi terjadi hal
yang tidak diduga. Tiba-tiba pimpinan tentara Kekaisaran Jepang memutuskan
membatalkan pertemuan besar seluruh anggota dan komandan PETA di Blitar. Selain
itu, Kempetai (polisi rahasia Jepang) ternyata sudah mencium rencana aksi
Shodancho Supriyadi dan kawan-kawan. Supriyadi pun cemas dan khawatir mereka
ditangkap sebelum aksi dimulai.
Shodancho
Supriyadi beserta para komandan dan anggota PETA di Blitar juga dihadapkan pada
posisi sulit. Apabila terus melanjutkan perlawanan, mereka akan kalah karena
jumlah mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan jumlah tentara Kekaisaran
Jepang. Namun, jika perlawanan dibatalkan pun tentara Kekaisaran Jepang sudah
mengetahui rencana aksi mereka, sehingga kemungkinan besar para pemberontak
akan ditangkap, lalu dijatuhi hukuman yang sangat berat, yakni hukuman mati.
Sebenarnya, banyak yang menilai
rencana aksi pemberontakan PETA belum siap, salah satunya Sukarno. Dalam
perbincangan yang berlangsung cukup seru, Bung Karno sempat meminta Shodancho
Supriyadi dan para perwira PETA yang lain siap memikul tanggung jawab maupun
akibat apabila aksi pemberontakan PETA ternyata gagal total.
Ketika Sukarno pulang ke Blitar - kota lokasi
rumahnya dan tempat tinggal orang tuanya datanglah beberapa perwira PETA
menemuinya. "Kami sudah merencakan pemberontakan, tetapi kami ingin tahu
pendapat Bung Karno sendiri," ujar Shodancho Supriyadi, Pemimpin Perwira
PETA yang menemui Bung Karno. Sukarno begitu lama terdiam, sampai akhirnya
Shodancho Supriyadi menegaskan, "Kita akan berhasil!"
Sukarno akhirnya mengeluarkan
pendapatnya. "Pertimbangkanlah masak-masak. Pertimbangkan untung dan
ruginya," ujar Bung Karno. Masih dengan nada suara tertekan karena hati
kecilnya tidak setuju langkah Supriyadi dan kawan-kawan, Sukarno melanjutkan,
"Saya minta saudara-saudara memikirkan tindakan pemberontakan tidak hanya
dari satu segi." Shodancho Supriyadi pun menimpali pendapat Bung Karno
dengan penuh semangat, "Saya menjamin. Kita akan berhasil!".
"Saya berpendapat,
saudara-saudara terlalu lemah dalam kekuatan militer untuk dapat melancarkan
gerakan semacam itu pada waktu sekarang," tegas Bung Karno yang kembali
mengutarakan pendapatnya. Usai bertutur kata, Bung Karno kemudian memandangi
wajah-wajah para pemuda yang penuh semangat dan berani menyabung nyawa demi
Indonesia merdeka. Bung Karno sadar betul bahwa tidak akan ada yang bisa
menghalang-halangi tujuan para pemuda tersebut sedikit pun. Oleh karena itu,
Bung Karno lantas menyatakan, "Kalau sekiranya saudara-saudara gagal dalam
usaha ini, hendaknya sudah siap memikul akibatnya. Jepang akan menembak mati
saudara-saudara semua."
"Apakah Bung Karno tidak
bisa membela kami?", tanya seorang pemuda. "Tidak. Saudara anggota
tentara, bukan orang preman. Dalam hukum militer, hukumannya otomatis,"
jawab Bung Karno seraya menambahkan bahwa kalau sekiranya mereka tetap bertekad
bulat hendak memberontak, Bung Karno tidak lagi melarang. Jika perlu, Bung
Karno akan ikut membuat rancangan pemberontakan. Akan tetapi, Bung Karno juga
harus tetap menjaga hubungan dengan pemerintahan Jepang di Jakarta, yang sedang
intens digarap Sukarno dan para tokoh pergerakan lain seperti Mohammad Hatta dan
Sutan Sjahrir dalam rangka menuju kemerdekaan Indonesia pada masa transisi
tahun 1945.
Tanggal
13 Februari 1945 malam hari, Shodancho Supriyadi memutuskan bahwa pemberontakan
tetap harus dilaksanakan. Siap atau tidak siap, inilah saatnya tentara PETA membalas
perlakuan tentara Jepang. Shodancho Supriyadi juga berharap bahwa pengorbanan
darah dan nyawa para pemberontak PETA akan mengobarkan semangat perjuangan
segenap bangsa Indonesia menuju kemerdekaan, meskipun semua orang sudah tahu
mereka akan kalah menghadapi tentara Kekaisaran Jepang.
Tidak
semua anggota Daidan Blitar ikut memberontak. Shodancho Supriyadi meminta para
pemberontak tidak menyakiti sesama anggota PETA walaupun tak mau memberontak.
Akan tetapi, semua orang Jepang wajib dibunuh.
Tepat tanggal 14 Februari 1945 dini
hari pukul 03.00 WIB, pasukan PETA pimpinan Shodancho Supriyadi menembakkan
mortir ke Hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira militer Kekaisaran
Jepang. Markas Kempetai juga ditembaki senapan mesin. Akan tetapi ternyata
kedua bangunan tersebut sudah dikosongkan, karena pihak Jepang telah mencium
rencana aksi pemberontakan PETA. Dalam aksi yang lain, salah seorang bhudancho
(bintara) PETA merobek poster bertuliskan "Indonesia Akan Merdeka"
dan menggantinya dengan tulisan "Indonesia Sudah Merdeka!".
Pemberontakan PETA sendiri akhirnya
tidak berjalan sesuai rencana. Shodancho Supriyadi gagal menggerakkan satuan
lain untuk memberontak dan rencana pemberontakan ini pun terbukti telah
diketahui oleh pihak Jepang. Dalam waktu singkat, Jepang mengirimkan pasukan
militer untuk memadamkan pemberontakan PETA. Para pemberontak pun terdesak.
Difasilitasi oleh Dinas Propaganda Jepang, Kolonel Katagiri menemui Shodancho
Muradi, salah satu pentolan pemberontak, dan meminta seluruh pasukan
pemberontak kembali ke markas batalyon.
Shodancho
Muradi mengajukan syarat kepada Kolonel Katagiri, yakni:
1.
Senjata para pemberontak tidak boleh dilucuti Jepang; dan
2.
Para pemberontak tidak boleh diperiksa atau diadili Jepang.
Kolonel Katagiri pun setuju. Dia memberikan pedangnya
sebagai jaminan. Ini adalah isyarat janji seorang samurai yang harus ditepati.
Akan tetapi, janji Katagiri ternyata tidak bisa diterima oleh Komandan Tentara
Jepang XVI. Mereka malah mengirim Kempetai untuk mengusut pemberontakan PETA.
Jepang pun melanggar janjinya. Sebanyak 78 orang perwira dan prajurit PETA dari
Blitar akhirnya ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara untuk kemudian
diadili di Jakarta. Sebanyak enam orang divonis hukuman mati di Ancol pada
tanggal 16 Mei 1945, enam orang dipenjara seumur hidup, dan sisanya dihukum
sesuai dengan tingkat kesalahan.
2.3 AKHIR PERLAWANAN PETA
Akhir
Perlawanan dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan
Pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak
berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai
mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
Akan tetapi, nasib Shodancho
Supriyadi tidak diketahui. Shodancho Supriyadi menghilang secara misterius
tanpa ada seorang pun yang mengetahui kabarnya. Sebagian orang meyakini
Shodancho Supriyadi tewas di tangan tentara Jepang dalam pertempuran. Sebagian
orang juga ada yang meyakini Shodancho Supriyadi tewas diterkam binatang buas
di hutan-hutan sekitar Kota Blitar. Sebagian orang pun ada yang meyakini
Shodancho Supriyadi melakukan ritual dengan cara menceburkan dirinya ke dalam
kawah Gunung Kelud dekat Kota Blitar. Ada pula sebagian orang yang meyakini
bahwa Shodancho Supriyadi sesungguhnya masih hidup hingga saat ini, hanya saja
keberadaannya tidak diketahui atau sering hidup di alam ghaib. Namun satu hal
yang pasti, hilangnya Shodancho Supriyadi adalah suatu misteri sejarah nasional
Indonesia yang belum jelas hingga saat ini.
Setelah Indonesia merdeka, Shodancho
Supriyadi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Pertahanan dan
Keamanan Republik Indonesia yang pertama. Namun, Supriyadi ternyata tidak
pernah muncul lagi untuk selama-lamanya, hingga saat pelantikan para menteri.
Kemudian, saat para menteri dilantik oleh Presiden Soekarno, tertulis
"Menteri Pertahanan belum diangkat". Akhirnya, karena Supriyadi
benar-benar tidak muncul lagi, Presiden Soekarno pun mengangkat dan melantik
Imam Muhammad Suliyoadikusumo sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik
Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia pun mengakui jasa-jasa
Supriyadi dan akhirnya mengangkatnya sebagai salah satu pelopor kemerdekaan
serta sebagai salah satu Pahlawan
Nasional Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dalam makalah ini
maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yaitu :
Tujuan
jepang datang ke indonesia untuk mendapatkan dukungan dan memanfaatkan
indonesia dalam menghadapi sekutu. Rakyat Indonesia tidak terima atas perlakuan
Negara Jepang terhadap penduduk Indonesia, kemudian dengan usulan para pemuda
PETA Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi ingin menyerang kedudukan Jepang. Tanggal 14 Februari 1945 kemudian
dipilih sebagai waktu yang tepat untuk melaksanakan pemberontakan, karena saat
itu akan ada pertemuan besar seluruh anggota dan komandan PETA di Blitar,
sehingga diharapkan anggota-anggota PETA yang lain akan ikut bergabung dalam
aksi perlawanan Jepang tidak langsung menghadapi prajuri PETA, karena prajurit
itu masih muda dan belum cukup mempunyai pengalaman, maka mereka dapat
dilemahkan hatinya sehingga percaya akan janji Jepang yang tidak terpenuhi.
Kolonel Katagiri menemui Syodanco Muradi di medan dan berjanji akan memperlakukan para prajurit
Peta dengan baik tetapi janji tersebut dilanggar. Para pemimpin pemberontakan Peta ditangkap dilucuti dan
dijatuhi hukuman.
3.2 SARAN
Penyusun mengharapkan kiranya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya, dan tidak lupa penyusun juga mengharapkan kritikan
dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih menyempurnakan isi daripada
makalah ini. Mudah - mudahan Tuhan selalu
melimpahkan ridho dan kasih sayang-Nya kepada kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
5.
Asril,M.Pd, Sejarah Indonesia Dari Penjajahan Jepang hingga Kemerdekann,
FKIP- Universitas Riau, 2006